Menelusuri Sejarah Batik di Nusantara

Oktober 2, 2012

Ada yang berbeda dengan gaya berpakaian sejumlah rekan kerja Anda hari ini? Jika diperhatikan banyak yang mengenakan pakaian batik, sebab hari ini, 2 Oktober, diperingati sebagai Hari Batik Nasional.

Tanggal 2 Oktober dijadikan Hari Batik Nasional sejak UNESCO menetapkan batik sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan penetapan ini, Indonesia diminta untuk melestarikan motif hias khas yang ada sejak zaman dulu kala.

Tapi, seperti apa sejarah batik di Nusantara?

Menilik etimologinya, kata batik berasal dari kata “amba” dan “titik“, yang berarti “menulis titik”. Ada juga yang berpendapat bahwa batik secara hipotesis berasal dari akar kata Proto-Austronesian, yaitu “beCik” yang berarti “melakukan tato”. Kata ini sendiri kemudian tercatat pertama kali secara resmi dalam bahasa Inggris di Encyclopedia Britannica pada 1880, dengan tulisan “battik“.

Secara umum, seni pewarnaan kain dengan teknik perintang menggunakan zat seperti lilin dikenal bahkan sejak periode abad 4 SM di Mesir. Saat itu ditemukan kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam atau zat lilin yang membentuk pola teratur. Di Asia, teknik ini juga ditemukan di Dinasti Tang Cina (618-907 M), India, dan Jepang di periode Nara (645-794 M). 

Sedangkan di Indonesia, meskipun kata batik kuat diduga berasal dari bahasa Jawa, tapi G.P. Rouffaer dan N.J. Krom berpendapat bahwa teknik batik diperkenalkan dari India atau Srilanka. Seni batik ini dibawa oleh masyarakat Kalingga-Koromandel dari India ke Jawa pada 4 Masehi, melalui jalur perdagangan. Rouffaer pun menyebut penggunaan alat canting untuk membentuk pola gringsing sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. 

Tapi pendapat ini kemudian dibantah oleh arkeolog J.L.A. Brandes yang menyebut batik sudah dikenal oleh masyarakat Nusantara sejak masa prasejarah. Brandes bersama F.A. Sutjipto mengatakan tradisi batik diperkirakan berasal dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Wilayah Nusantara itu merupakan wilayah yang belum dipengaruhi Hinduisme India, tapi memiliki tradisi kuno dalam membuat batik.

Bahkan, Brandes menyebut batik sebagai satu dari 10 hasil kebudayaan asli Indonesia. Selain batik, kebudayaan itu adalah kemampuan bercocok tanam, kemampuan berlayar dan mengenal arah angin, pertunjukan menyerupai wayang atau seni puppet, kemampuan bermusik dengan alat musik pukul yang ritmis (menyerupai gamelan), kerajinan logam, penggunaan alat ukur, alat tukar dari logam (seperti uang), sistem perbintangan, dan mengenal birokrasi atau susunan masyarakat teratur. 

Tapi, motif batik yang dimaksud tak terbatas pada penggunaan di bahan kain. Karena ragam hias batik juga berkembang di arca, juga candi. Bahkan di arca Prajnaparamita terlihat pakaian dengan detail yang menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang dengan motif yang kompleks, seperti pola batik tradisional asal Jawa yang ditemukan sekarang. Ini memperlihatkan bahwa pola yang batik yang rumit itu telah ada sejak abad ke-13, bahkan lebih awal.

Kini budaya membatik masih dipelihara di Indonesia. Bahkan setiap daerah punya kekhasan pola hiasnya masing-masing. Dengan penetapan dari UNESCO, Indonesia pun memiliki kebanggaan sebagai pewaris kebudayaan batik yang diakui dunia. 

Batik pun kini tidak lagi dianggap tradisional, dan bisa dipadu-padankan dengan fashion modern. Jadi, tak ada alasan untuk malu untuk berbatik. Selamat Hari Batik Nasional! (berbagai sumber)

 (Bayu Galih | VIVAnews, 2 Oktober 2012)


Palestina Jadi Anggota, UNESCO Jauhkan Politik Dalam Urusan Edukasi dan Budaya

Oktober 31, 2011

withfriendship.com

Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan atau UN Educational, Scientific, and Cultural Oganization (UNESCO) memberikan keanggotaan penuh kepada Palestina. Dengan keanggotaan di UNESCO, maka Palestina bisa mengajukan sejumlah peninggalan sejarahnya dalam daftar World Heritage yang dikeluarkan UNESCO.

Selama ini, memang banyak peninggalan bersejarah di wilayah Israel dan Palestina, yang memang tempat bersejarah penting bagi tiga agama besar dunia: Kristen, Islam, dan Yahudi.

Tapi, saat ini UNESCO baru memasukkan peninggalan bersejarah yang ada di wilayah Israel dalam World Heritage. Berdasarkan situs UNESCO, ada enam World Heritage yang berasal dari Israel.

Enam peninggalan bersejarah yang masuk World Heritage adalah Masada yang merupakan istana peninggalan Raja Herod; kota tua Acre; kota tua White City di Tel Aviv; reruntuhan Biblical Tels yang meliputi Magiddo, Hazor, dan Beer Sheba; Rute Perdagangan Tua di Negev; dan Tempat Suci Baha’i di Haifa.

Sebenarnya, di wilayah Palestina juga banyak peninggalan World Heritage, yang bahkan menjadi simbol bagi agama Nasrani, Islam, dan Yahudi.

Misalnya, Gereja Kelahiran atau Church of the Nativity. Tempat ini diyakini sebagai lokasi lahirnya Yesus Kristus. Pemerintah Palestina pun berusaha memasukkan gereja ini ke dalam World Heritage UNESCO.

“Gereja Kelahiran memang merupakan gereja tertua yang kita tahu,” kata Lousa Haxthausen, perwakilan UNESCO di Tepi Barat, seperti dikutip dari Reuters. Saat itu, Haxthausen menanggapi Palestina yang mengajukan Gereja Kelahiran sebagai World Heritage UNESCO, pada Februari silam.

Selain itu, terdapat juga Masjid Al Aqsa, yang merupakan peninggalan penting bagi umat Islam. Al Aqsa merupakan kiblat pertama umat Islam, sebelum Muhammad mendapat perintah Tuhan untuk memindahkan kiblat ke Kabah di Arab Saudi.

Sedangkan peninggalan Yahudi penting yang ada di wilayah Palestina adalah Tembok Ratapan. Lokasi ini merupakan tempat suci bagi umat Yahudi selama berabad-abad.

Baik Gereja Kelahiran, Masjid Al Aqsa, juga Tembok Ratapan, terletak di kota Yerusalem. Tembok Ratapan dan Masjid Al Aqsa bahkan berada di satu lokasi, yaitu Kota Tua Yerusalem.

Seperti dikutip dari situs UNESCO, Jordania pernah mengajukan Kota Tua Yerusalem dalam daftar World Heritage in Danger, atau peninggalan sejarah yang terancam. Namun, permintaan Jordania yang mengajukan ini tahun 2011 belum disetujui UNESCO.

“UNESCO melanjutkan kerjanya untuk menghormati nilai universal dari peninggalan (heritage) yang ada di Kota Tua Yerusalem,” tulis UNESCO dalam alasannya.

“Tapi sesuai resolusi PBB, Yerusalem Timur merupakan bagian dari wilayah Palestina, dan status Yerusalem harus diselesaikan untuk status permanen (masuk daftar UNESCO),” lanjut UNESCO.

Palestina memang belum resmi masuk dalam keanggotaan PBB. Namun, UNESCO telah menerima keanggotaan penuh Palestina. Belum diketahui apakah ini berarti UNESCO bisa melakukan langkah konkret terhadap peninggalan sejarah penting yang ada di Palestina. Bila dilihat dari sudut pandang ini, sepertinya alasan perlindungan heritage, dan bukan politik, yang menjadikan UNESCO menerima keanggotaan penuh Palestina.

Ini menarik. Dengan keanggotaan penuh Palestina, UNESCO seakan memperlihatkan bahwa edukasi, sosial, dan budaya, tiga hal yang menjadi perhatian UNESCO, seharusnya memiliki nilai universal. Edukasi, sosial, dan budaya, memang seharusnya dijauhkan dari persoalan politik.

Tabik untuk UNESCO.. (Bayu Galih, Oktober 2011)


Dieng, Olympus-nya Jawa Kuno

Mei 30, 2011

Komplek Percandian Arjuna

Jika dewata memiliki tempat tinggalnya di Bumi, mungkin mereka akan memilih tinggal di Dieng. Bisa jadi ini alasan orang Jawa Kuno menyebut tempat ini “Dieng”: Berasal dari kata “Di-Hyang“, gabungan dua kata dalam Bahasa Kawi yang memiliki arti “tempat dewata”.

Perpaduan peninggalan arkeologi dari abad 8 atau 9 dengan keindahan alam menjadikan Dieng pantas dianggap sebagai tempat tinggal para dewa. Peninggalan candi yang dibangun di tengah keindahan pegunungan yang memiliki sejumlah telaga dan kawah, menjadikan Dieng tampak nyata sebagai perwujudan sebuah kahyangan.

Soetjipto Wirjosuparto dalam buku Sedjarah Bangunan Kuna Dieng (1957) mencatat peninggalan arkeologi di pegunungan Dieng pertama kali ‘ditemukan’ oleh sejarawan Belanda, H.C. Cornelius pada tahun 1814. Saat itu, dataran Dieng masih berupa danau. Ini menyebabkan sebagian di antara candi-candi yang ditemukan masih terendam air.

Pada tahun 1856, Isidore van Kinsbergen menjadi pelopor yang membuat sistem pengairan sehingga dataran di sekitar candi-candi menjadi kering. Dengan demikian, von Kinsbergen mudah untuk mengambil foto mengenai candi-candi di pegunungan Dieng.

Sedikitnya, ada 9 candi yang masih tersisa di pegunungan Dieng. Lima candi termasuk dalam kompleks percandian Arjuna: Arjuna, Srikandi, Puntadewa, Sembodro, Semar (berfungsi sebagai candi perwara atau pendamping candi Arjuna, satu-satunya perwara yang masih utuh). Sedikit di sebelah barat daya komplek percandian Arjuna, terdapat candi Setyaki.

Sedangkan, di sebelah utara komplek percandian Arjuna, terdapat candi Dwarawati, dan candi Gatotkaca di sebelah barat Arjuna. Adapun di bagian paling selatan, terdapat candi Bima.

Tidak jelas sejak kapan percandian di Dieng dinamakan dengan nama-nama tokoh wayang, terutama dari kisah Mahabharata. Kemungkinan nama-nama itu diberikan beberapa abad kemudian.

Menilik temuan prasasti di sekitar komplek candi yang memiliki angka tahun 713 Saka/809 Masehi, percandian Dieng diperkirakan berasal dari abad ke-8 atau 9. Namun, belum diketahui nama asli dari candi-candi yang bersifat Saiwa dari masa Klasik Tua ini.

Jika mengambil klasifikasi versi Soekmono, maka gaya arsitektur candi di Dieng, memiliki langgam Jawa Tengah Utara. Seluruh candi yang ditemukan berasal dari bahan batu andesit, dengan ragam hias sederhana, seperti kala-makara dan relief. Tapi tidak terlihat arca di percandian Dieng, karena sebagian sudah dipindahkan, antara lain ke Museum Nasional.

Hanya candi Bima yang memiliki gaya arsitektur berbeda. Sebagian ahli arkeologi menyebut candi Bima memiliki gaya arsitektur India Utara, berbeda dengan candi lain yang bergaya India Selatan. Belum diketahui secara pasti apakah candi ini berasal dari periode yang sama dengan candi yang lain di pegunungan tinggi Dieng.

Mengenai keletakan candi di dataran tinggi, ini disebabkan aturan dalam kitab Vastusastra yang menjadi pedoman bagi para silpin (seniman). Di situ disebut, tempat para dewa baiknya berada di gunung, dengan air yang mengalir. Secara simbolik, gunung juga merupakan perwujudan mikrokosmos, tiruan dari Mahameru yang menjadi tempat tinggal dewata.

Konsep ini dikenal secara umum di sejumlah kebudayaan. Misalnya tempat tinggal Zeus dan sejumlah dewa Yunani di gunung Olympus.

Karena itu jika Anda sedang berada di Dieng, cobalah berada di komplek percandian Arjuna saat matahari terbit. Tataplah ufuk saat jingga fajar mulai terlihat. Paduan terbit matahari dengan kabut pegunungan menghasilkan warna perak yang melatari candi, yang dikenal dengan sebutan silver sunrise…

Inilah Olympus-nya masyarakat Jawa Kuno. (Bayu Galih, Mei 2011)


Danau Toba: Akibat Erupsi Terbesar?

Januari 6, 2011

Danau Toba (medantalk.com)

Selama ini Danau Toba dikenal sebagai sebuah kawasan wisata yang indah di Sumatera Utara. Namun, tidak banyak yang tahu kalau Danau Toba merupakan danau volkanik terbesar di dunia. Danau yang diduga terjadi akibat erupsi pada 69.000 – 77.000 tahun yang lalu.

Danau Toba yang kita kenal sekarang  tadinya adalah sebuah gunung yang termasuk dalam kategori super volcano. Untuk meraih ‘gelar’ ini, sebuah gunung haruslah mampu menghasilkan erupsi dengan ejecta (partikel yang keluar dari lubang vulkanis) lebih besar dari 1000 kilometer kubik.

Sejumlah ahli mengkategorikan enam gunung termasuk  dalam super volcano. Selain Toba, mereka adalah Yellowstone Caldera, Long Valley Caldera, dan Valles Caldera di AS, Taupo Volcano di Selandia Baru, dan Aira Caldera di Jepang.

Erupsi Gunung Toba adalah yang terbesar dalam dua juta tahun terakhir. Menurut beberapa teori, erupsi ini bahkan hampir menyapu habis nenek moyang manusia.

Tiga erupsi utama terjadi dalam satu juta tahun terakhir. Letusan pertama berlangsung sekitar 840 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.

Erupsi  kedua dengan kekuatan lebih kecil terjadi sekitar 500 ribu tahun lalu dan membentuk kaldera di utara Danau Toba. Letusan ketigalah yang paling dashyat. Terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu dan menghasilkan kaldera yang kini kita kenal sebagai Danau Toba dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Diperkirakan volume magma yang dihasilkan sekitar 2000-3000 kilometer kubik. Material yang keluar kemungkinan mengalir ke timur lewat Selat Malaka dan ke barat lewat Samudera Hindia. Beberapa ahli kelautan melaporkan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Benggala. Debu riolit (rhyolite) yang seusia dengan batuan Toba ditemukan di Malaysia dan India Tengah.

Dampak paling besar dari erupsi ini adalah perubahan iklim global. Abu vulkanik yang dihasilkan mampu mencapai stratosfer.

Tak ada bukti langsung yang bisa menunjukkan hebatnya pendinginan global yang disebabkan letusan Toba. Walau beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa volcanic winter (penurunan temperatur akibat abu vulkanik dan lubang asam yang berperan dalam mengaburkan matahari), yang dikombinasikan dengan efek jatuhnya abu, bisa jadi membawa manusia ke ambang kepunahan.

Stanley Ambrose dari Universitas Illinois meyakini letusan 74.000 tahun yang lalu itu mengguncangkan dunia Paleolitik Tengah dan mengurangi populasi global hingga sekitar 15.000 individu.

Peneliti dari Universitas Cambridge menemukan alat batu di bawah lapisan tebal abu Toba di situs Jwalapuram, India Selatan. Alat-alat yang ditemukan dari masing-masing layer sungguh menunjukkan kemiripan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa letusan besar Toba tidak menyapu habis populasi manusia dari masa pengguna alat tersebut. Melainkan, setelahnya tercipta fase pendingingan global dimana dunia mengalami musim dingin selama enam tahun yang diikuti dengan peristiwa glasial.

Hanya manusia modern sajalah yang sanggup bertahan melewatinya. Namun seberapa besarpun kehancuran yang dibawa peristiwa tersebut. Letusan Gunung Toba kuno membuat kita dapat menyaksikan Tao Toba nauli (Danau Toba yang indah) dengan orang-orang Toba yang mengembangkan kebudayaan unik mereka di wilayah sekitarnya.


Agar Wayang Orang Terus Hidup di Indonesia

Oktober 8, 2010

Wayang Orang (berani.co.id)

Sejumlah seniman wayang orang yang tergabung dalam Produksi Wayang Orang Bharata mendatangi Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, 8 Oktober 2010.

Kedatangan mereka untuk mengundang Boediono menghadiri pagelaran Wayang Orang menyambut hari pahlawan di Gedung Kesenian Jakarta, 8 – 9 November mendatang. Pagelaran akan menghadirkan cerita “Salya Wiratama”.

Dalam kesempatan itu, para seniman wayang orang ini sempat mengeluhkan tentang kurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional, terutama wayang orang.

“Memang harus diakui kesenian tradisional kurang diminati. Walau kami dengan keterbatasan pendidikan dan ekonomi, tapi tetap berkarya agar kesenian Indonesia asli masih ada,” kata Teguh Kenthus Ampiranto, seniman wayang orang, usai menemui Wapres Boediono hari ini.

Sedangkan pimpinan pimpinan Bharata, Soeparmo, juga bercerita kurangnya minat terhadap wayang orang menyebabkan sepuluh kelompok wayang orang mati. “Wayang orang memang sudah senin-kamis,” kata Soeparmo. Salah satu alasannya adalah kurangnya kesejahteraan bagi pelaku seni wayang orang.

Karena itu Soeparmo berharap kedatangan Boediono dalam pagelaran Wayang Orang Bharata dapat menumbuhkan minat terhadap kesenian wayang orang. “Jadi injeksi psikologi walau honor (pemainnya) masih rendah. Kalau (Boediono) datang sangat berharga bagi kelangsungan hidupnya,” ucap Soeparmo.

Apabila seni wayang orang terus menurun, Soeparmo khawatir wayang orang akan hilang dari budaya Indonesia. Padahal saat ini, wayang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia yang diakui dunia (A Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

“Jangan sampai malah kita yang belajar wayang dari luar negeri. Kalau orang luar negeri datang ke Indonesia mau lihat wayang orang tapi ngga ada, kan lucu,” ujar Soeparmo.

Lalu, apakah Boediono akan datang menghadiri pagelaran Wayang Orang Bharata? “Dari senyumnya saya yakin Wapres akan hadir dan beri sambutan. Betul-betul akan luar biasa,” jawab Soeparmo. (bayu galih)